Natha Suarnata Septha

Selamat datang di Blog saya,
Blog ini saya buat untuk berbagi,
semoga apa yang saya tulis dapat membantu memecahkan masalah anda...

Senin, 25 April 2011

TIPOLOGI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

 PEMBUKA
Sering orang salah melihat peranan wanita Jawa. Selama ini dikesankan bahwa mereka hanya sebagai konco wingking,, sebatas penyelesaian pekerjaan harian rumah tangga. Lingkup tugasnya pun dianggap remeh temeh. Sedangkan wanita lajang, kurang memiliki kebebasan. Termasuk kebebasan menentukan pilihan hidup, berkreasi, dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, dalam masyarakat, mereka ditempatkan sebagai golongan kedua. Padahal, mereka berkarya sepanjang hari. Sejak Bangun tidur sampai terlelap kembali pada malam hari. Mulai dari memasak, mengasuh anak-anak hingga melayani suami

(Hendro Basuki. Kamasutra Jawa Eksotisme Perempuan)


Berikut adalah "Tipologi Kekerasan Terhadap Perempuan" yang tentunya menggambarkan kutipan di atas:

1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
Pada pemeriksaan terhadap korban akibat kekerasan fisik maka yang dinilai sebagai akibat penganiayaan adalah bila didapati perlukaan yang bukan karena kecelakaan pada perempuan. Bekas luka itu dapat diakibatkan oleh suatu episode kekerasan yang tunggal dan berulang-ulang dari yang ringan hingga yang fatal. Banyak hal yang dapat dicermati dokter sebagai tanda-tanda adanya kekerasan. Pengamatan tersebut tidak hanya terhadap jenis perlukaan dan penyebab perlukaan melainkan juga sikap atau perilaku korban dan pengantarnya ketika menemui perawat.
 
 
2. Kekerasan Seksual
Meliputi setiap tindakan yang memaksa seseorang untuk menyaksikan, terlibat, atau mengambil bagian dalam melakukan hubungan seksual yang tidak diinginkan, meskipun dalam pernikahan, melalui intimidasi, ancaman, paksaan atau pengunaan kekuatan, atau membatasi atau meniadakan hak-hak seksual dan reproduktif seseorang.
Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat seksual terhadap perempuan baik telah terjadi persetubuhan atau tidak dan tanpa memperdulikan hubungan antara pelaku dan korban. Pembedaan aspek fisik dan seksual dianggap perlu, karena tenyata tindak kekerasan terhadap perempuan yang bernuansakan seksual tidak sekedar melalui perilaku fisik belaka.


3. Kekerasan Psikologi atau Emosional
Adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, mengurang rasa percaya diri, bermaksud untuk merendahkan atau mengontrol, keyakinan dan keputusan orang lain melalui ancaman, pemaksaan, penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolasi, melakukan pengawasan, mengancam, membatasi hak-hak untuk bergerak secara bebas atau dengan cara lain yang merusak secara psikis dan penentuan nasib sendiri.

Pada kekerasan psikologi sebenarnya dampak yang dirasakan lebih menyakitkan daripada kekerasan secara fisik. Bentuk tindakan ini sulit untuk  dibatasi pengertiannya karena sensitivisme emosi seseorang sangat bervariasi. Identifikasi akibat yang timbul pada kekerasan psikis sulit diukur. Namun, ada yang berpendapat sesungguhnya kekerasan fisik akibatnya jauh lebih menyakitkan. Ada beberapa  alasan yang digunakan.

Pertama, sekalipun tindak kekerasan psikologi itu jauh lebih menyakitkan karena dapat merusak kehormatan seseorang melukai harga diri seseorang, merusak keseimbangan jiwa namun kekerasan psikologis tidak akan merusak organ tubuh bagian dalam bahkan tindakan yang berakibat kematian. Sebaliknya tindakan kekerasan fisik kerap menghasilkan hal yang demikian.

Kedua, kekerasan fisik jauh lebih mudah diukur dan dipelajari tulang yang patah atau hidung yang berdarah jauh lebih mudah diuji dan divisum ketimbang kekerasan emosional yang membuat seseorang merasa dipermalukan atau dilecehkan. Sekalipun kekerasan psikologis tidak bisa dikurangi kadarnya dan biasanya selalu terjadi pada kekerasan terhadap pasangan.


4. Kekerasan Ekonomi
Meliputi semua tindakan yang mengakibatkan penyimpanan,penggurangan, pengrusakan yang berdampak pada seseorang, alat kerja, menghalangi untuk bekerja atau di luar rumah, dokumen pribadi, aset, barangbarang berharga dan hak-hak atau sumber ekonomi, termasuk untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan rumah tangga. Misalnya tipe kekerasan adalah menolak untuk membayar biaya penafkahan, atau menggunakan uang yang dimiliki oleh pasangannya.
Misalnya suami mengontrol hak keuangan istri, memaksa atau melarang istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, serta tidak memberi uang belanja, memakai atau menghabiskan uang istri.

SARAN
Dari ulasan di atas perlu adanya Undang-undang Anti Kekerasan dalam Terhadap Perempuan, baik dalam maupun di luar Rumah Tangga yang mewajibkan negara untuk menjamin bahwa korban diberikan informasai yang layak untuk melindungi hak-hak mereka. Yang mana Undang-undang ini juga memberikan kewajiban kepada pemerintah untuk melakukan program-program yang dapat merubah pendapat publik mengenai kekerasan terhadap perempuan, mengembangkan sumber daya pelatihan dan melakukan studi. Undang-undang tersebut mengatur kerja sama institusional untuk memberantas kekerasan dalam rumah tangga.  Dengan adanya Undang-undang seperti ini memungkinkan untuk menciptakan sebuah jaringan rumah aman (Rede Uma Mahon) bagi korban serta bentuk-bentuk bantuan lain. Undang-undang juga  sudah seharusnya mewajibkan dokter, perawat, Polisi dan profesional yang lainnya ketika mereka memberikan pelayanan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar